CARA KHILAFAH MENJAGA KEKAYAAN NEGARA DARI TANGAN ASING
Hafidz Abdurrahman
![]() |
CARA KHILAFAH MENJAGA KEKAYAAN NEGARA DARI TANGAN ASING |
Khilafah Negara Ideologis
Negara Khilafah adalah negara ideologis. Negara yang dibangun
berdasarkan ideologi. Keberadaannya untuk menerapkan, menjaga, dan
menyebarkan ideologinya ke seluruh dunia. Itulah negara Khilafah.
Ideologinya adalah Islam.
Sebagai ideologi, Islam bukan hanya
berisi akidah, tetapi juga sistem kehidupan. Islam tidak saja
menggariskan konsep (pemikiran), seperti akidah dan solusi atas berbagai
problematika kehidupan, tetapi juga menggariskan metode yang khas dan
unik. Metode untuk menerapkan, menjaga dan mengemban ideologi tersebut
ke seluruh dunia.
Dengan ideologi Islam yang sempurna, didukung
dengan sumber daya manusia yang mumpuni, baik di bidang politik,
intelektual, ijtihad dan leadership, maka Khilafah akan menjadi negara
adidaya baru, menggantikan Amerika, Uni Eropa, Inggris, dan Rusia.
Dengan modal yang sama, didukung dengan wilayah yang terbentang luas,
meliputi 2/3 dunia, dan jumlah demografi yang sangat besar, yaitu 1,5
milyar jiwa, maka Khilafah bisa mandiri, tidak bergantung kepada
negara-negara tersebut.
Dengan potensi tersebut, tentu
negara-negara kafir penjajah tidak akan membiarkan Khilafah mewujudkan
misinya. Mereka pasti akan berusaha mati-matian mempertahankan
cengkraman, paling tidak kepentingan mereka, di negeri kaum Muslim.
Karena mereka sangat bergantung kepada dunia Islam, baik dari segi
supplay energi, bahan mentah, sampai pasar. Namun, dengan ideologinya,
dan kualitas sumber daya manusianya, Khilafah sanggup melepaskan diri
dari setiap strategi yang mereka rancang.
Kekayaan Umat Islam
Negara Khilafah, sebagai satu-satunya negara kaum Muslim di seluruh
dunia, akan menjaga agama, darah, harta, jiwa, akal, kehormatan,
keturunan, negara, termasuk setiap jengkal wilayahnya. Karena itu, tak
ada satupun pelanggaran yang dilakukan terhadap agama, darah, harta,
jiwa, akal, kehormatan, keturunan, negara, termasuk wilayah, kecuali
pasti akan ditindak oleh Khilafah.
Khusus terkait dengan kekayaan
kaum Muslim, bisa dipilah menjadi tiga kategori. Pertama, kekayaan
milik pribadi. Kedua, kekayaan milik umum. Ketiga, kekayaan milik
negara. Seluruh kekayaan ini akan dijaga oleh negara, dan apapun bentuk
pelanggaran terhadap kekayaan ini tidak akan dibiarkan.
Cara
Khilafah menjaga kekayaan ini adalah dengan menerapkan sistem Islam,
bukan hanya di bidang ekonomi, tetapi juga yang lain. Di bidang ekonomi,
Islam menetapkan, bahwa hukum asal kekayaan adalah milik Allah, yang
dikuasakan kepada manusia. Manusia mendapatkan kuasa, dengan cara
menerapkan hukum-Nya. Dari sana, lahir hukum tentang kepemilikan. Karena
itu, kepemilikan didefinisikan sebagai “izin pembuat syariat (Allah)”.
Dengan izin pembuat syariat, seseorang bisa memiliki kekayaan, baik
secara pribadi, bersama-sama, maupun melalui perantara negara, jika
terkait dengan kekayaan milik negara. Dengan cara seperti itu, maka
seluruh kekayaan kaum Muslim tidak akan bisa dimiliki oleh siapapun,
kecuali dengan izin pembuat syariat.
Dengan cara yang sama,
kekayaan milik pribadi tidak akan bisa dinasionalisasi, kecuali dengan
izin pembuat syariat. Begitu juga, kekayaan milik umum tidak akan bisa
diprivatisasi, karena tidak adanya izin dari pembuat syariat. Begitu
pula, kekayaan milik negara bisa diberikan kepada individu juga karena
adanya izin dari pembuat syariat, yang diberikan kepada Khalifah,
melalui mekanisme iqtha’, dan lain-lain.
Cara Menjaga dan Mengembalikan
Selain mekanisme syariah di atas, Khilafah juga akan melakukan edukasi
kepada rakyatnya tentang nilai kekayaan mereka, serta menerapkan sanksi
yang tegas bagi siapa saja yang melanggar ketentuan syariah dalam hal
kepemilikan, pengelolaan dan pendistribusian kekayaannya. Edukasi bisa
dilakukan, termasuk dengan mengangkat wali (pengurus) khusus bagi siapa
saja yang mempunyai harta, namun tidak bisa mengelola dan
mendistribusikannya dengan benar. Setiap orang satu wali. Mereka akan
dibayar oleh negara.
Kebijakan satu orang satu wali ini berlaku
untuk: (1) Orang-orang yang termasuk dalam kategori safih (bodoh/lemah
akal). Di dalamnya termasuk orang idiot, tidak waras, termasuk anak yang
belum sempurna akalnya. (2) Orang-orang yang dianggap muflis
(bangkrut), di mana utangnya lebih besar ketimbang asetnya. Dengan
kebijakan satu orang satu wali, maka seluruh tindakan mereka bisa diurus
dengan baik. Harta mereka terjaga, tidak dihambur-hamburkan, termasuk
berpindah tangan kepada orang yang tidak berhak.
Ini terkait
dengan kekayaan milik individu. Karena kekayaan ini pengelolaan dan
distribusinya kembali kepada individu. Sedangkan kekayaan milik umum dan
negara, pengelolaan dan distribusinya kembali kepada negara. Negaralah
satu-satunya yang berhak untuk mengelola dan mendistribusikannya sesuai
dengan kebijakan yang dianggap tepat. Namun, dalam hal ini, negara tidak
boleh melanggar ketentuan syariah. Seperti melakukan privatisasi
kekayaan milik umum kepada individu, baik domestik maupun asing.
Untuk menjaga kekayaan ini tugas dan fungsi penguasa, yang mempunyai
otoritas sebagai pembuat kebijakan, sangat vital. Karena itu, mereka
disyaratkan harus Muslim, adil (tidak fasik), laki-laki, baligh,
berakal, merdeka dan mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai
penguasa. Karena ini akan menjadi jaminan dasar bagi penguasa dalam
mengambil kebijakan.
Tidak hanya itu, Khilafah juga mempunyai
sistem yang sempurna untuk menjaga kekayaannya. Tidak hanya bertumpu
pada jaminan penguasanya, tetapi juga kepada yang lain. Ketika kebijakan
penguasa dalam mengelola dan mendistribusikan kekayaan milik umum dan
negara tersebut menyimpang, maka umat, baik langsung maupun melalui
Majelis Umat, bisa mengoreksi tindakan penguasa. Bisa juga melalui
partai politik Islam yang ada.
Jika kebijakan di atas tidak
diindahkan oleh penguasa, maka kasus ini bisa diajukan kepada Mahkamah
Madzalim. Mahkamah Madzalim bisa membatalkan kebijakan penguasa yang
menyimpang tersebut, dan mengembalikannya. Jika kekayaan ini dimiliki
oleh individu, korporasi atau negara lain, maka penguasaan atas kekayaan
tersebut harus dibatalkan oleh Mahkamah Madzalim, lalu dikembalikan
kepada pemiliknya. Jika milik individu, dikembalikan kepada individu.
Jika milik umum, dikembalikan kepada milik umum. Jika milik negara,
dikembalikan kepada negara.
Termasuk Khilafah akan menutup
rapat-rapat pintu investasi asing dan utang luar negeri yang bisa
berdampak pada penguasaan kekayaan milik umum dan negara oleh pihak
asing. Investasi asing ini selama ini bisa dilakukan langsung, G to G
(government to government), P to P (people to people), maupun melalui
Bursa Efek. Semuanya harus ditutup. Untuk itu, diberlakukan kebijakan
hubungan dengan pihak asing harus melalui satu pintu, yaitu Departemen
Luar Negeri.
Demikian juga dengan utang luar negeri. Utang ini
selama ini dibalut dengan berbagai istilah, seperti hibah, donor dan
pinjaman. Intinya sama, yaitu utang. Kebijakan utang luar negeri ini
seolah sudah menjadi kewajiban, karena rezim APBN yang digunakan
meniscayakan itu. Karenanya, harus dirombak, mulai dari sistem
penyusunan APBN-nya. Dengan begitu, semua celah utang ini bisa ditutup
rapat-rapat, kecuali dalam satu kondisi, darurat.
Dengan
ditutupnya seluruh pintu yang bisa berdampak pada mengalirnya kekayaan
Khilafah keluar tadi, maka kekayaan umat ini akan terjaga. Dan dengan
kebijakan sebelumnya, apa yang ada di tangan asing pun bisa
dikembalikan.
Blogger Comment
Facebook Comment